Senin, 18 Mei 2009

Hukum kisah-kisah palsu

Dalam pengajian-pengajian umum, terkadang sering di jumpai seorang muballigh atau penceramah yg membawakan kisah-kisah penuh hikmah dan menyentuh, namun ternyata kisah-kisah tersebut palsu.

Bagaimanakah hukum kisah-kisah palsu tersebut?
Berikut ini penjelasan syaich Ali bin Hasan Al-halabi Al-atsari,

Al-qur'an dan As-sunnah adalah sumber perbaikan hati

Kita kaum muslimin, seharusnya tidak menulis atau menyampaikan ceramah atau khutbah, kecuali berisi ayat-ayat al-qur'an, hadits yg shohih, dan kisah - kisah yg benar. Tidak perlu membawakan hadits dla'if, maudlu', dan kisah-kisah bathil. Dalam hal ini Alloh memperingatkan , "Maka dengan perkata'an manakah lagi mereka akan beriman sesudah (kalam) Alloh dan keterangan-keterangan-Nya"
memang terkadang cerita-cerita palsu itu bisa mengguratkan pengaruh yg baik kepada pendengar atau pemirsanya, akan tetapi hanya bersifat temporer (sementara). Ini mengingatkan kita kepada kisah yg diriwayatkan dari imam Ahmad. Beliau pernah di tanya tentang Alharits Almuhasibi, hukum menimba ilmu darinya, dan mendatangi majlisnya. Iman Ahmad lebih memilih untuk mendatangi majlis Alharits Almuhasibi untuk mencari tahu. Beliau tidak duduk di bagian depan Alharits , tetapi menyembunyikan diri di balik penutup.

Dari situ beliau mendengar ceramah. Murid-murid menjumpai imam Ahmad. Tak disangka, kedapatan air matanya bercucuran. Meski demikian, beliau melarang para murid untuk mengambil hadits dari Alharits.
Begitulah ceramah Alharits hanya mempermainkan perasa'an, mempengaruhi emosi saja. Bukan lantaran tersulut oleh pengaruh yg syar'i, yaitu melalui Alqur'an dan Assunnah.

Menilik fenomena kisah-kisah palsu ini, terdapat pula contoh muballigh yg tidak hanya mengisahkan cerita-cerita palsu produk zaman dulu, tetapi berperan sebagai creator cerita, dengan tujuan untuk mengingatkan dan melembutkan hati manusia. Kaidah-kaidah bahwasanya Alqur'an dan Assunnah merupakan rujukan utama untuk menarik hati manusia tidaklah di ketahui banyak orang.

Kalaupun ada yg mengetahuinya, tidak terlalu menekankannya. Bahkan ada yg sengaja menyembunyikan masalah ini.Berbeda dengan Ahlussunnah yg memegang pada manhaj salaf. Urusan-urusan mereka sangat jelas, saling memberi nasihat dengan hal-hal yg berdasarkan pada kebenaran.

Kesimpulannya, kita tidak boleh menyebutkan, baik dalam mengajar, khuthbah, ceramah, maupun tulisan, kecuali nash-nash (dalil) yg telah pasti dan hadits-hadits shohih.

Hakikat mau'idhzoh

sebagaian orang berasumsi bahwa mau'idhzoh (lebih di kenal dengan mau'idhzoh hasanah oleh masyarakat kita) hanya berbentuk menyajikan kisah-kisah semata, untaian kata yg mampu melembutkan dan mengharukan hati. Padahal Alloh menyatakan tentang luqman dalam firman-Nya, "Dan (ingatlah) ketika luqman berkata pada anaknya, di waktu ia memberi mau'idhzoh (nasihat) kepadanya, 'wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Alloh) adalah benar-benar kedhzoliman yg besar.'." luqman : 13

Ayat tersebut menyebutkan bahwa inti nasihat adalah pembicara'an tentang tauhid. Dalam hadits Al-irbadh bin sariyah, Rosululloh bersabda, "Aku berwasiat kepada kalian agar bertaqwa kepada Alloh, mendengar dan ta'at pada penguasa, walaupun yg memimpin kalian adalah budak hitam. Sesungguhnya orang yg hidup (panjang) dari kalian akan menyaksikan perselisihan yg banyak. Maka, kewajiban kalian adalah berpegang teguh pada sunnahku"

Rowahu Atturmudzi, ibnu majah, dan Ahmad

Dengan memperhatikan hadits di atas, ternyata mau'idhzoh hasanah itu berupa pesan ketaqwa'an (tauhid), pembicara'an tentang manhaj, dan perintah memegang sunnah. Jadi, penceramah sejati dll, ialah orang yg melembutkan hati manusia dengan da'wah kepada tauhid dan berpegang teguh pada sunnah, membersihkan hati mereka dengan Alqur'an dan hadits-hadits Rosululloh, serta biografi generasi salafushsholih, juga mengajak hati mereka menuju cara pemahaman islam yg benar (manhaj shohih). Bukan dengan cara membawakan kisah-kisah yg lemah, maupun kata-kata yg di buat-buat dan jauh dari cahaya Alqur'an dan Assunnah.

Peringatan 'alim 'ulama terhadap muballigh-muballigh yg mengusung cerita-cerita palsu

Keberada'an muballigh yg membawakan kisah-kisah palsu telah diperingatkan oleh 'ulama dalam kitab-kitab mereka. Orang-orang yg ceramahnya berisi cerita-cerita yg tidak bisa dipertanggung jawabkan ini tetap selalu berada di tengah-tengah masyarakat. Namun masa popularitas mereka tidak bertahan lama, karena modal yg mereka miliki tidaklah banyak, sehingga pengaruh mereka pun hanya sementara.

Berbeda dengan 'ulama-'ulama robbaniyyun, pengaruh positif dari mereka pun masih eksis, dan nama mereka selalu di kenang di tengah masyarakat. Sekilas, saya menyaksikan muballigh yg sedang berdoa di televisi. Melalui caranya memanjatkan doa, seakan -akan ia sedang memainkan peran dalam sebuah sandi wara, memejamkan mata, mencucurkan air mata, hingga tidak tampak sedang berda'awah. Adapun seseorang yg benar-benar memiliki bekal ilmu agama, ketika ia berbicara, maka kandungannya adalah ayat-ayat Alqur'an dan hadits-hadits Rosululloh yg shohih.
Wallohulmusta'an, wallohu a'alam bisshowab.

Di nuqil dari majalah Assunnah
Edisi 01/tahun 07/1429 h/2008 m

1 komentar:

  1. Semoga teman-teman dapat mengambil hikmahnya,amin. Terima kasih

    BalasHapus

silahkan comment